20100207

Kebijakan Pemimpin Bangsa




Friends,

Masih perihal Kepemimpinan. Ada cerita yang tercecer dalam perjalanan hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah. Saya peroleh dari salah satu artikel berjudul " Kebijakan Pemimpin Bangsa " (Prof Dr. Ali Mustafa Yaqub, Republika February 5, 2010).

Rosul kala itu sedang dalam perjalanan hijrah dari Makkah ke Medinah, didampingi oleh tiga orang : Abu Bakar as-Shiddiq, Amir bin Fuhairah (hamba sahaya), dan seorang penunjuk jala yang non-Muslim bernama Abdullah bin Uraiqit, bermaksud membeli bahan makanan kepada seorang wanita tua bernama Ummu Ma'bad.

"Tidak ada apa-apa, " kata Ummu Ma'bad kpada Nabi SAW ketika ditanya tentang makanan dan minuman yang dijual. Ummu Ma'bad tidak tahu bahwa orang yang bertanya itu adalah seorang nabi. Nabi SAW kemudian melihat seekor kambing betina yang diikat di dekat rumah. Kambing itu kurus.

"Boleh kah saya perah susu kambing itu?" tanya NabiSAW kepada Ummu Ma'bad. " Ya, boro-boro ada susunya, dia sendiri kurus seperti itu, " jawab Ummu Ma'bad. Nabi SAW kemudian mendesak lagi, " Tapi bolehkah saya memerah susunya?" Ummu Ma'bad akhirnya menjawab, " Silahkan saja".

Setelah mendapat izin, Nabi SAW pun berjalan menuju kambing tersebut. Dipegangnya kambing itu seraya berdoa, " Wahai Allah, berkahilah wanita ini melalui kambingnya. " Nabi SAW kemudian memerah susu kambing tersebut dan ternyata susunya keluar dengan deras.

Nabi Muhammad SAW lantas minta disediakan cawan-cawan untuk menampung air susu itu. Satu cawan diberikan kepada Ummu Ma'bad. Kemudian, Nabi SAW menyuruhnya untuk minum, Ummu Ma'bad pun meminum susu kambingitu. Lalu Abu Bakar dipersilakan untuk meminum, selanjutnya Amir bin Fuhairah dan Abdullah bin Uraiqib.

Setelah semuanya minum air susu itu dengan puas, barulah Nabi SAW meminumnya, kemudian beliau berkata, " Pemimpin bangsa adalah pelayan mereka dam orang yang memberikan minum kepada mereka. Pemimpin bangsa adalah orang yang minum paling akhir.

Kisah ini sungguh sangat menarik untuk dijadikan pedoman kebijakan seorang pemimpin bangsa. Nabi SAW tidak mendahulukan kepentingan sendiri, keluarga, ataupun golongannya. Beliau mendahulukan kepentingan orang lain kendati tidak dikenal seperti Ummu Ma'bad atau berbeda agama seperti Abdullah bin Uraiqib.

Siapapun yang menjadi pemimpin seyogianya menjadikan perilaku Nabi SAW ini sebagai paduan dalam mengeluarkan kebijkan. Ia boleh makan enak apabila rakyatnya semua sudah makan enak; ia juga boleh tidur nyenyak apabila rakyatnya semua sudah memiliki rumah dan dapat tidur nyenyak. Dari perilaku Nabi SAW ini, para ulama kemudian membuat kaidah hukum islam yang berbunyi, " Kebijakan seorang pemimpin harus berkaitan dengan kepentingan umat ."

Wallahu'alam

Layak di pelajari, renungi dan teladani oleh kita semua, start dari gue sendiri, InsyaAllah. Semoga bermanfaat.

Salam umat,
Maya

Tidak ada komentar: